BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Gambaran
masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya
hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya di seluruh wilayah
Republik Indonesia. Visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan
tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia Sehat 2010”,menurut Depkes 1999. (http://www.litbang.depkes.go.id).
Untuk
dapat mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka penyelenggaraan upaya
kesehatan perlu memperhatikan kebijakan umum, diantaranya adalah peningkatan
upaya kesehatan melalui pencegahan dan pengurangan angka kesakitan
(morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan kecacatan dalam masyarakat
terutama pada bayi, anak balita dan wanita hamil, melahirkan dan masa nifas
melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular serta pengobatan dan rehabilitasi. (http://www.litbang.depkes.go.id)
Gangguan
jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara
maju,modern dan industri.Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah
penyakit degeneratif,kangker,gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono dalam
Hawari 2001).Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan
yang menyebabkan kematian secara langsung,namun beratnya gangguan tersebut
dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun
kelompok akan menghambat pembangunan,karena mereka tidak produktif dan tidak
efisien.
Mengingat
masalah gangguan jiwa yang meningkat akhir-akhir ini dan terjadinya gempa
dahsyat dengan kekuatan 8.9 Skala Richter pada tanggal 28 Maret 2005 yang
melanda Kepulauan Nias, yang kesemuanya mengakibatkan dampak fisik dan
psikologis, maka WHO memandang perlu program CMHN.
Kegiatan
program CMHN merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai dari proses rekruitmen
perawat CMHN yang akan mengikuti pelatihan, pertemuan persiapan yang melibatkan
beberapa sector yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah
setempat dalam rangka memperoleh dukungan pelaksanan CMHN, kegiatan Pelatihan
Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat (Basic Course of Community Mental
Health Nursing (BC-CMHN) berupa pemberian pengetahuan dan keterampilan bagi
perawat Puskesmas, sehingga memiliki kompetensi melaksanakan asuhan keperawatan
kepada pasien gangguan jiwa, selanjutnya implementasinya di masyarakat dan
kegiatan supervisi.
WHO
memandang pelaksanaan Program CMHN tersebut sangat positif karena dapat
memenuhi sasaran dalam upaya penanganan masalah pasien gangguan jiwa di
masyarakat. Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis mencantumkan judul
sebagai mana yaitu “Community Mental
Healthy Nursing (CMHN)”yg berarti keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
B.
Rumusan Masalah
2. Apa yang
dimaksud dengan konsep dasar community mental heart nursing?
3. Bagaimana
konseptual model keperawatan jiwa komunitas?
4. Bagaimana
peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas?
5. Bagaimana
kompetensi perawatan kesehatan jiwa komunitas (competent of caring)
6. Bagaimana pelayanan keperawatan jiwa komunitas ?
8. Bagaimana
perkembangan keperawatan jiwa komunitas ?
C.
Tujuan Penulisan
a.
Memperoleh informasi tentang keberadaan CMHN
pada ilmu keperawatan saat ini.
b.
Mengetahui
konseptual model keperawatan kesehatan jiwa masayarakat yang ada.
c. Memperoleh
pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada kesehatan jiwa komunitas
BAB
II
PEMBAHASAN
B.
Konsep Dasar Community Mental Healthy
Nursing
1. Pengertian
Keperawatan
kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif ,
holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa , rentan
terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan
kekambuhan (gangguan jiwa).
Pelayanan
keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang berfokuskan pada pencegahan
primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada
anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial (resiko gangguan jiwa)
dan pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.
Pelayanan
keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek kehidupan
manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual.
a. Aspek
(bio-fisik)
Dikaitkan
dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh yag dialami
anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan dala rangka
adaptasi mereka terhadap kondisi fisiknya. Demikian pula dengan penyakit fisik
lain baik yang akut,kronis maupun terminal yang memberi dampak pada kesehatan
jiwa.
b. Aspek
psikologis
Dikaitkan
dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat seperti ketakutan,
trauma,kecemasan maupun kondisi yang lebih berat yang memerlukakan pelayanan
agar mereka dapat beradaptasi dengan situasi tersebut.
c. Aspek
sosial
Dikaitkan
dengan kehilangan suami/istri/anak , keluarga dekat, kehilangan pekerjaan ,
tempat tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari berbagai sektor
terkait agar mereka mampu mempertahankan kehidupan sosial yang memuaskan.
d. Aspek
cultural
Dikaitkan
dengan tolong menolong dan kekeluargaan yang dapat digunakan sebagai sistem
pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan.
e. Aspek
spiritual
Dikaitkan
dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan sebagai potensi
masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah kesehatan yang terjadi.
Pelayanan
keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua jenjang pelayanan yaitu dari
pelayanan kesehatan jiwa spesialis , pelayanan kesehatan jiwa integratif dan
pelayanan kesehatan jiwa yang bersumber daya masyarakat. Perberdayaan seluruh
potensi dan sumber daya yang ada dimasyarakat diupayakan agar terwujud
masyarakat yang mandiri dalam memelihara kesehatannya.
2.
Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan
Jiwa
a.
Therapeutic
Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat dengan
klien).
b.
Conceptual
models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).
c.
Stress
adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).
d.
Biological
context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan
jiwa).
e.
Psychological
context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam
keperawatan jiwa).
f.
Sociocultural
context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam
keperawatan jiwa).
g.
Environmental
context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam
keperawatan jiwa).
h.
Legal
ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam
keperawatan jiwa).
i.
Implementing
the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan:
dengan standar- standar perawatan).
j.
Actualizing
the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards (aktualisasi
peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional).
3.
Jenis – jenis CMHN
a. Basic Course (BC) CMHN
Sasaran : perawat
keswamas (puskesmas)
Kegiatan :perawat
diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan (7 Dx Keperawatan) pada
klien dan keluarga pasien gangguan jiwa dirumah.
b. Intermediate Course (IC) CMHN
Sasaran : Kader Keswa
dan Perawat Keswa (Puskesmas)
Kegiatan :
1. Membentuk desa siaga sehat jiwa
2. Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening ggn
jiwa di masyarakat, masalah psikososial dan sehat jiwa.
3. Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan
masalah psikososial dan mengembangkan rehabilitasi pasien gangguan jiwa.
c. Advance Course (AC) CMHN
Sasaran : individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal dan
informal serta masyarakat luas
Kegiatan :
1. Manajemen
keperawatan kesehatan jiwa
2. Kerjasama Lintas sektoral
1. Psycoanalytical
(Freud, Erickson). Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada
seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu
atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk
mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan
mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral). Faktor
penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis
terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak
tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar
berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya
pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas
pada masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode
asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa
lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan
tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn
pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal
dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Dengan
cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan
therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. Peran
perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai
keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu
misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar,
diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling
percaya).
2. Interpersonal
( Sullivan, peplau). Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias
muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety).
Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan
dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang
didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya
membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal
Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam
bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati. Peran
perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing
mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien
saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship (
perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh
klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam
berhubungan dengan orang lain.
3. Social (
Caplan, Szasz). Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan
yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental
factors create stress, which cause anxiety and symptom). Prinsip proses terapi
yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and
social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial)
Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus
menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman
sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya :
menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di
masyarakat atau tempat kerja.
4. Existensial
( Ellis, Rogers). Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau
gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan
hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri
dan mengalami gangguan dalam Body imagenya. Prinsip dalam proses terapinya
adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain,
memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap
sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan
cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan
kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri
dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain
(encouraged to accept self and control behavior). Prinsip keperawatannya adalah
: klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang
berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain,
misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas
kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward &
punishment.
5. Supportive
Therapy ( Wermon, Rockland). Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah:
factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi
masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya
mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan
bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah
bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan
pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi
pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa
lalu. Prinsip proses terapinya adalah
menguatkan respon coping adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu
kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai
alternative pemecahan masalahnya. Perawat harus membantu individu dalam
melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien.
Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk
menyiapkan coping klien yang adaptif.
6. Medica (
Meyer, Kraeplin). Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat
multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor
sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan
diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat
berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur
diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian
terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan
jenis pendekatan terapi yang digunakan.
C.
Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan
Jiwa Komunitas
Keperawatan
kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi
sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya
dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya.
Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting
untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa
konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa.
Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan
kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa.
Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori
kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir
teoritis yang mendasari praktik keperawatan.
1. Pengkajian
yg mempertimbangkan budaya
2. Merancang
dan mengimplementasikan rencana tindakan
3. Berperan
serta dalam pengelolaan kasus
4. Meningkatkan
dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental -
penyuluhan dan konseling
5. Mengelola
dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien,
keluarga staf dan pembuat kebijakan
6. Memberikan
pedoman pelayanan kesehatan
D.
Kompetensi Perawat Kesehatan Jiwa
Komunitas (Competent Of Caring)
1. Pengkajian
biopsikososial yang peka terhadap budaya.
2. Merancang
dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.
3. Peran
serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi,
koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
4. Memberikan
pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk menggunakan sumber
yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait,
teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
5. Meningkatkan
dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui
penyuluhan dan konseling.
6. Memberikan
askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan penyakit jiwa
dengan masalah fisik.
7. Mengelola
dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan klien,
keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
E.
Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas
Pelayanan
keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang diberikan
pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang
sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan
pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha
primer , sekunder, dan tersier.
1.
Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa
adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa.
Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan
meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang
belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja,
dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah program
pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan, program sosialisasi
kesehatan jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa
kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Memberikan
pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
1) Pendidikan
menjadi orangtua
2) Pendidikan
tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
3) Memantau
dan menstimulasi perkembangan
4) Mensosialisasikan
anak dengan lingkungan
b. Pendidikan
kesehatan mengatasi stress
1) Stress
pekerjaan
2) Stress
perkawinan
3) Stress
sekolah
4) Stress
pasca bencana
c. Program
dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang kehilangan
pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang semuanya ini
mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Memberikan
informasi tentang cara mengatasi kehilangan
2) Menggerakkan
dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua asuhbagi anak yatim piatu.
3) Melatih
keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendapatkan pekerjaan
4) Mnedapatkan
dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat tinggal.
d. Program
pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah.
Kegiatan yang dilakukan:
1) Pendidikan
kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
2) Latihan
asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti orang lain.
3) Latihan
afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri seseorang.
e. Program
pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara penyelesaian
masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh karena itu perlu
dilakukan program :
1) Memberikan
informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda bunuh
diri.
2) Menyediakan
lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
3) Melatih
keterampilan koping yang adaptif.
2.
Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada
pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah
psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka
kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko
atau memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. Aktivitas pada
pencegahan sekunder adalah :
a. Menemukan
kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai sumber
seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan penemuan langsung.
b. Melakukan
penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Melakukan
pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien yang berobat
kepukesmas dengan keluhan fisik.
2) Jika
ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi maka
lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
3) Mengumumkan
kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di tempat– tempat umum)
4) Memberikan
pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai dengan standar
pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan dokter) dan memonitor
efek samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.
5) Bekerja
sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang dibutuhkan pasien
untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada gangguan fisik yang
memerlukan pengobatan).
6) Melibatkan
keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar melaporkan segera
kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan
menginformasikan jadwal tindak lanjut.
7) Menangani
kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang aman, melakukan
pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatan
jiwa.
8) Melakukan
terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu pemulihan
pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi keluarga dan terapi
lingkungan.
9) Memfasilitasi
self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau kelompok masyarakat
pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas masalah-masalah yang terkait
dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
10) Menyediakan hotline service untuk
intervensikrisis yaitu pelayanan dalam 24 pukul melalu telepon berupa pelayan
konseling.
11) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up)
dan rujukan kasus.
3.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan
keperawatan yang berfokus pelayana keperawatan adalah : pada peningkatkan
fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa.
Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat
gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan
jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier meliputi :
1. Program
dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber dimasyarakat seperti : sumber
pendidikan, dukungan masyrakat (tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan
pelayan terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan
adalah :
a. Pendidikan
kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap penerima pasien
gangguan jiwa.
b. Penjelasan
tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penanganan pasien yang
melayani kekambuhan.
2. Program
rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri berfokus
pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :
a. Meningkatkan
kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan
cara yang tepat
b. Mengembangkan
sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat.
c. Menyediakan
pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan oleh pasien,
keluarga dan masyarakat agar pasien produktif kembali.
d. Membantu
pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan untuk dirinya.
3. Program
sosialisasi
a. Membuat
tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b. Mengembangkan
keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari [ADL],mengelola rumah tangga,
mengembangkan hobi
c. Program
rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat rekreasi.
d. Kegiatan
sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian bersama, majelis taklim,
kegiatan adat)
4. Program
mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam masyarakat terhadap
gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk
menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa
kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a. Memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan
jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
b. Melakukan
pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang yang berpengaruh dalam rangka
mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.
F.
Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani
pada (Anak, Remaja dan Lansia)
1.
Jenis gangguan jiwa yang ditangani
pada Anak
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun
2007, persentase gangguan jiwa mencapai 11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Hal
ini menjadikan masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi Kementerian
Kesehatan karena merupakan tantangan yang besar dengan kompleksitas tinggi di
berbagai lapisan dan aspek kehidupan.
Anak-anak dapat menderita gangguan jiwa, sebagai berikut :
a. Gangguan
kecemasan : Anak-anak
dengan gangguan kecemasan menanggapi hal-hal tertentu atau situasi dengan rasa
takut dan ketakutan, serta dengan tanda-tanda fisik dari kecemasan (gugup),
seperti detak jantung yang cepat dan berkeringat.
b. Gangguan
perilaku : Anak-anak
dengan gangguan ini cenderung untuk menentang aturan dan sering mengganggu di
lingkungan terstruktur, seperti sekolah.
c. Gangguan
perkembangan : Anak-anak
dengan gangguan ini biasanya pola pemikiran mereka memiliki masalah dalam
memahami dunia di sekitar mereka.
d. Gangguan
makan : Gangguan makan dapat melibatkan
emosi dan sikap, serta perilaku yang tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh
bahkan makanan.
e. Gangguan
Eliminasi : Gangguan ini
mempengaruhi perilaku yang terkait dengan pembuangan limbah tubuh (feses dan
urin).
f.
Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus bahkan
berubahnya suasana hati dengan cepat.
g. Skizofrenia : Ini adalah gangguan serius yang melibatkan persepsi terdistorsi
dan pikiran.
h. Gangguan
Tic : Gangguan ini
menyebabkan seseorang untuk melakukan aktifitas yang sama serta berulang,
gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.
Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan,
gangguan afektif, dan skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun
anak-anak. Sedangkan gangguan perilaku dan gangguan perkembangan, gangguan
eliminasi, gangguan belajar dan komunikasi dimulai pada masa kanak-kanak saja,
meskipun dapat berlanjut terus sampai dewasa. Dalam kasus yang jarang terjadi,
gangguan tic dapat terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal yang tidak biasa bagi
seorang anak memiliki lebih dari satu gangguan.
2.
Jenis Gangguan jiwa yang ditangani
pada Remaja
a.
Gangguan Cemas
Cemas (ansietas) adalah perasaan
gelisah yang dihubungkan dengan suatu antisipasi terhadap bahaya, ini berbeda
dengan rasa takut, yang merupakan bentuk respon emosional terhadap bahaya yang
obyektif, walaupun manifestasifisiologik yang ditimbulkannya sama cemas
merupakan suatu bentuk pengalamanan yang umum, tapi dapat ditemui dalam bentuk
yang berbeda pada gangguan psikiatrik dan gangguan medis Diagnosis mengenai
cemas ditegakkanapabila gejala cemas mendominasi dan menyebabkan distres (rasa
tertekan) atau gangguan yang nyata.
b.
Gangguan Depresi
Dalam perkembangan normal pun seorang
remaja mempunyai kecenderungan untuk mengalami depresi, oleh karena itu
sangatlah penting untuk membedakan secara jelas dan hati-hati antara depresi
yang disebabkan oleh gejolak
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
1. Tipe
primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya
2. Tipe
sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan
psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih
kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelelahan sometik, dan lebih
sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem
tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.
c.
Gangguan somatoform ( Psikosomatik )
Gangguan ini lebih dikenal di
masyarakat umum sebagai gangguan psikosomatik . Ciri uatama dari gangguan
somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai
dengan dengan permintaan pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak
ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak
adanya kemungkinan penyebab psikologis, walaupun ditemukan gejala ansietas dan
depresi yang nyata.
d. Gangguan
Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi
terdapatnya gangguan yang berat dalam kemampuan menilai realitas, yang bukan
karena retardasi mental atau gangguan penyalahgunaan NAPZA. Terdapat gejala
yaitu waham , halusinasi,
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
· Skizofrenia
· Gangguan
mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik
· Gangguan
waham
· Gangguan
mental organik dengan gejala psikotik ( yang ditandai oleh adanya antara lain
delirium,demensia )
Skizofrenia pada masa kanak dan remaja
didefinisikan sama dengan skizofrenia pada masa dewasa, dengan gejala psikotik
yang khas, seperti adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi,
asosiasi yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau ), katatonia,
afek yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.
e. Gangguan
Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan zat Adikiflainnya )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan NAPZA :
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan NAPZA :
·
Konflik
keluarga yang berat
·
Kesulitan
Akademik
·
Adanya
komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan tingkah laku dan
depresi.
·
Penyalahgunaan
NAPZA oleh orang –tua dan teman
·
Impulsivitas
·
Merokok
pada usia terlalu muda.
Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan
seorang remaja akan menjadi penggunaan NAPZA.
3.
Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani
pada Lansia
a. Skizofernia
Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang
dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih
gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada
segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka
prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
Gangguan
skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran
sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan
gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah
marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang
disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita,
sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan
skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas
seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau
mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia
merasa menjadi orang ketiga.
b.
Parafrenia
Parafrenia
merupakan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia
(lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering
dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan
gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan
kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid
(curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah
atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun
sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik
terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas
sosial rendah atau lebih rendah.
c.
Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan
jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi
(afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi.
Gangguan afektif ini antara lain:
1) Gangguan
Afektif tipe Depresif
2) Gangguan
Afektif tipe Manik
d.
Neurosis
Gangguan
neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar
untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai
gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya,
sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki
lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan
erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia (lansia).
Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan
(insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh,
secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas
perilakunya menjadi irrasional. Secara umum gangguan neurosis dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1) Neurosis
cemas dan panic
2) Neurosis
obsesif kompulsif
3) Neurosis
fobik
4) Neurosis
histerik (konversi)
5) Gangguan
somatoform
6) Hipokondriasis
G.
PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA
KOMUNITAS
Menangani klien yang memiliki masalah sikap,
perasaan dan konflik
↓
Pencegahan
primer
↓
Penanganan
multidisiplin
↓
Spesialisasi
keperawatan jiwa
1.
DULU :
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
2.
SEKARANG :
a. Meningkatkan Iptek
b. Pengetahuan masyarakat
tentang gangguan jiwa meningkat
c. Perlu pemahaman
tentang human right
d. Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.
H.
Perawatan Klien Gangguan Jiwa
1. Perawatan
di Rumah Sakit Jiwa.
Rencana keperawatan klien di rumah
sakit jiwa meliputi:
a. Rencana
tindakan keperawatan yang dilakukan selama klien dirawat: Pada awal klien di
rawat,perawat hendaknya melakukan kontrak hubungan dengan klien dan
keluarga.Keluarga mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam proses
keperawatan yang direncanakan melalui kontrak yang telah disepakati.Hubungan
saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama untuk membantu klien
mengungkapkan dan mengenal perasaannya,mengidentifikasi kebutuhan dan
masalahnya,mencari alternative pemecahan masalah,melaksanakan alternative yang
dipilih serta mengevaluasi hasilnya.Tindakan keperawatan terhadap keluarga
antara lain:
1) Menyertakan
keluarga dalam rencana perawatan klien
2) Menjelaskan
pola perilaku klien dan cara penanganannya
3) Membantu
keluarga berperilaku terapeutik,yang dapat menolong memecahkan masalah klien.
4) Mengadakan
pertemuan antar keluarga klien:diskusi,membagi pengalaman,mengatasi masalah
klien.
5) Melakukan
terapi - keluarga.
6) Menganjurkan
kunjungan keluarga yang teratur.
Persiapan Pulang: Perawatan di rumah
sakit akan bermakna jika dilajutkan dengan perawatan di rumah.Untuk itu,selama di
rumah sakit perlu dilakukan persiapan pulang.Persiapan pulang dilakukan segera
mungkin setelah dirawat serta diintegrasikan di dalam proses
keperawatan.Persiapan atau rencana pulang bertujuan untuk:
1)
Menyiapkan
klien dan keluarga secara fisik,psikologis dan sosial
2)
Meningkatkan
kemandirian klien dan keluarga.
3)
Melaksanakan
rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat
4)
Melaksanakan
proses pulang yang bertahap.
b. Beberapa
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalampersiapan pulang adalah:
1) Pendidikan
(edukasi,reedukasi,reorientasi).Youssef menemukan penurunan angka kambuh pada
klien dan keluarga yang mengikuti program pendidikan.Pendidikan kesehatan ini
ditujukan pula untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa bagi klien.
Program pendidikan yang dapat dilakukan adalah: a) Ketrampilan khusus:
ADL,perilaku adaptif,aturan makan obat,penataan rumah tangga,identifikasi
gejala kambuh,pemecahan masalah. b) Keterampilan umum: komunikasi efektif,ekspresi
emosi yang konstruktif,relaksasi,pengelolaan stress (stress management).
2) Program
pulang bertahap.Setelah klien mempunyai kemampuan dan ktrampilan mandiri maka
klien dapat mengikuti program pulang bertahap.Tujuannya adalah melatih klien kembali
ke lingkungan keluarga dan masyarakat.Klien,keluarga,bahkan kalau perlu
masyarakat dipersiapkan, antara laian apa yang harus dilakukan klien di rumah,
apa yang harus dilakukan keluarga untuk membantu adaptasi.Kegiatan yang
dilakukan klien dan keluarga di rumah dapat dibuat daftar dan dievaluasi
keberhasilannya sebagai data untuk rencana berikut.
3) Rujukan.
Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan langsung
dengan rumah sakit.Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui
perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana
pulang.
c. Rencana
Perawatan di rumah.
Setelah klien pulang ke rumah,
sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada Puskesmas di wilayahnya yang
mempunyai program integrasi kesehatan jiwa.Perawat komuniti yang menangani
klien dapat menganggap rumah klien sebagai “ruang perawatan”.Perawat,klien dan
keluarga bekerja sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga
dan masyarakat.Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal
kunjungan rumah dan aftercare di Puskesmas. Perawat membantu klien dan
keluarga menyesuaikan diri dilingkungan keluarga,dalam hal
sosialisasi,perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah.
2. Penatalaksanaan
Gangguan Jiwa Di Puskesmas
Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan
klien di rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang, dan
sebaliknya pada klien gangguan jiwa yang akan dirujuk ke RSJ.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan
Jiwa adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, Ilmu
keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon
psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial,
dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi
terapetik dan dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui
pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan
memulihkan masalah kesehatan jiwa. klien, (individu, keluarga, kelompok
komunitas).
Keperawatan
kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi
sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya
dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya,
Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting
untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa
konsep dasar yangf berhubungan denga asuhan keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar